By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
Amrozi dan dua temannya sudah dieksekusi dan sudah berada di alam sana. Apakah ia diterima Tuhan sebagai pembunuh atau pejuang tidak ada yang bisa mengkomfirmasi. Tetapi perdebatan tentang Amrozi sejak ia menerima vonis hukuman mati dengan tersenyum hingga pelaksanaan eksekusi mati yang terkesan tertunda-tunda, bahkan pada bagaimana ekpressi masyarakat mengantar ke liang kubur masih meninggalkan kesan kontroversi, sesungguhnya Amrozi dan kawan-kawannya itu pelaku terorisme atau korban konspirasi global Negara Barat khususnya Amerika (dan Israel) berkaitan dengan politik hegemoni sumber energi. Hingga kini, yang belum terjawab tuntas dari fakta lapangan adalah , benarkahbom Bali yang sangat dahsyat dan "bernuklir" itu produk rakitan Amrozi? Jika iya,maka betapa luar biasanya kepandaian Amrozi yang menyamai Amerika, Jerman, dan Israel, yang sudah barang tentu menjadi lebih hebat dibanding Pindad. Sampai hari ini belum ada yang bisa menjelaskan hal ini dengan argument yang logis. Jika bom dahsyat itu bukan produk Amrozi,lalu siapa yang naroh disitu,numpang dua bom rakitan Amrozi ?
Bagi orang yang sudah biasa menggunakan logika spionase, mudah saja menjawab pertanyaan itu, karena infiltrasi dalam aksi spionase merupakan hal yang lumrah dan bahkan wajib. Jejak teror dalam perang spionase selalu dicitrakan sebagai perbuatan musuhnya, yang hasilnya akan digunakan sebagai pembenaran atas aksi balasan terbuka dalam skala besar.
Baiklah, Amrozi sudah almarhum, tapi mari kita coba untuk memahami, siapa sesunguhnya Amrozi dan mengapa ia menjadikan Bali sebagai sasaran tembakan aksinya. Ketika saya dikukuhkan sebagai guru besar Psikologi Islam di Fakultas Psikologi UIN , kebetulan saya menulis pidato dengan judul, Pencegahan Terorisme dengan Pendekatan Indigenous Psychology. Tak disangka, pasca pidato pengukuhan saya banyak sekali
dihubungi orang berkaitan dengan terorisme. Saya jadi kenal pak Arsyad Mbay dari desk terorisme menko Polkam. Radio Suara Amerika bahkan empat kali melakukan wawancara dengan saya setiap kali ada issue terorisme. Saya bahkan dihubungi oleh "orang" yang menurut pengakuannya disuruh oleh Dr.Azhari, dimana ia katanya ingin berjumpa dengan saya dengan maksud ingin menyampaikan pesan kepada Bapak Presiden SBY bahwa Dr Azhari tidak sedang memusuhi Indonesia, tetapi memusuhi Amerika. Lebih dari 30 kali SMS saya terima dari "Dr. Azhari", tetapi tak pernah bisa di konfirmasi. Kenapa harus menyebut Dr.Azhari ?,karena untuk bisa memahami Amrozi, sosok Dr.Azhari bisa menjad ibandingan.
Amrozi pemuda lembut dari Trenggulun, tetapi jiwanya sudah menyatu dengan mujahidin Afgan ketika ia berada di Malaysia. Malaysia memang simpang lalulintas "mujahidin", baik mujahidin ke Afgan,Moro, Thailand Selatan, Bosnia, Chehnya maupun GAM. Ketika Uni Sovyet menduduki Afganistan, datanglah mujahidin dari banyak negeri Islam termasuk dari Indonesia ke Afganistan dengan missi jihad mengusir tentara kafir dari
negeri Islam. Amerika yang musuhnya Uni Sofyet memandang kedatangan mujahidin dari seluruh negeri Islam sebagai partner. Maka di Peshawar Pakistan, dengan instruktur dari CIA (Amerika) dibantu M 16 (Ingris), ISI (pakistan) dan didanai oleh Arab Saudi, didirikanlah pusat pelatihan mujahidin Afgan dan non Afgan. Lebih dari 100 ribu mujahidin digembleng disitu dan dilatih menggunakan senjata-senjata canggih.
Peshawar bukan hanya pusat latihan mujahidin, tetapi juga menjelma menjadi semacam kampus fundamentalisme. Di situ berkumpul para pejuang dari berbagai negeri Islam yang siap mati demi kejayaan Islam universal.. Mereka berkumpul tidaklagi menggunakan identitas negeri, tetapi sudah denganidentitas Islam mujahidin.
Ketika tentara Uni Sovyet berhasil diusir dari Afganistan, para mujahidin merasa merekalah yang mengusirnya, tetapi Amerika yang melatih merasa Amerikalah yang berhasil mengalahkan Uni Sovyet.
Perasaan berhasil dalam diri mujahidin membuat mereka memiliki konsep diri positip, yaitu bahwa dengan jihad, negara superpower seperti Uni Sovyet pun dapat dikalahkan. Oleh karena itu seusai Afganistan, gelombang mujahidin merasa terpanggil untuk berjihad dimanapun orang Islam teraniaya. Mereka ada yang pergi ke Bosnia, keChehnya, ke Philipina Selatan (Moro). Mujahidin asal Indonesia juga sigap-ke Ambon
dan Poso ketika masyarakat muslim dipojokkan disana.
Ketika Amerika melakukan politik standar ganda dan memborbardir banyak negeri Islam, alumni mujahidin Afgan termasuk Imam Samudera berbalik arah melawan Amerika yang semula menjadi pelatihnya di Peshawar.
Ketika Presiden Bush mengancam akan mengejar teroris dimanapun ia berada, maka mujahidin juga menjawab sebanding, mereka akan mengganggu kepentingan Amerika di negeri manapun. Di Malaysia, kelompok Mujahidin memang menemukan lahan yang menarik,karena dari sana mereka juga lebih mudah pergi ke Libya, dan ketika itu Muammar Gadafi memang musuh kentalnya Amerika. Amrozi meski tidak ikut ke Afganistan, tetapi ia sudah larut dalam psikologi mujahidin karena diMalaysia mereka berada dalam satu komunitas..
Perang antara Amerika dan Mujahidin akhirnya menjadi perang global. Amrozi dan Imam Samudera tidak lagi merasa menjadi orang Indonesia, tetapi sebagai bagian dari muslimdunia yang sedang berhadapan dengan super power Amerika. Psikologi perang itu berbeda dengan psikologi damai. Di Basrah Irak, pesawat super modern Amerika langsung menembak sebuah mobil bak yang sedang membawa tiang listrik , karena dalam pandangan mata pilot yang sedang perang, tiang listrik itu adalah moncong meriam tank, padahal teknologi sudah sangat modern.
Begitupun Amrozi cs, pertama ia berperang dengan orang Amerika, berikutnya, semua orang kulit putih dipersepsi sebagai Amerika. Karena di Amerika kebanyakan orang penganut Keristen, maka orang Kristen Indonesia juga dipersepsi sebagai kaki kaki tangan msuh.
Begitulah psikologi orang perang, hingga mereka tidakbisa membedakan antara orang Amerika dengan orang Australia.
Sesungguhnya perang antara Amerika dengan mujahidin adalah perang antara dua teroris,yang satu teroris besar yang dijalankan oleh negara, melawan teroris terpojok dengan senjata apaadanya.
Pertemuan team asistensi PBB di Jakarta yang ditugasi membuat definisi terorisme akhirnya gagal mendefinisikan, karena setelah disebut ciri teroris ada tiga;
Pertama mereka menyebarkan rasa takut kepada publik,
Kedua menghancurkan infrastruktur publik,seperti gedung dan jembatan,
Ketiga menimbulkan korban tak berdosa dalam jumlah yang sangat besar.
Dari tiga ciri itu ternyata teroris yang paling besar adalah Amerika Serikat. Jadi siapa Amrozi ?silahkan di renung sendiri.